Points to Ponder:

What is necessary to change a person is to change his awareness of himself. (Abraham Maslow)



Minggu, 09 Januari 2011

SURAT SPONTAN BAHASA ASING UNTUK GURU


Tutut Guntari
Dalam belajar menulis dalam bahasa asing, siswa tingkat SMP/SMA lazimnya harus menjalani proses pembelajaran yang terkontrol, baik topik teks  maupun struktur generik teks, termasuk kompetensi pendukung (linguistik, sosiokultural, strategi, pembentuk wacana). Lain kata, siswa menulis di bawah tekanan (under pressure) tertentu.
Dalam kondisi demikian siswa hakikatnya mengalami kecemasan (anxiety), jangan-jangan isi (gagasan) dan bahasanya salah atau tak sesuai dengan harapan guru. Akibatnya, produktivitas dan kreativitas siswa agak “terpasung”. Setidaknya, pada tahap tertentu, siswa akan merasa jenuh dengan kegiatan menulis akademik. 
            Nah, untuk mencairkan kejenuhan siswa, penulis pernah mencoba sebuah strategi humanistik, yakni menyuruh siswa menulis surat spontan dalam bahasa asing. Kegiatan ini merupakan latihan menulis nyata, tentang sesuatu yang nyata. Sebagai selingan, kegiatan ini jangan terlalu sering, cukup sebulan sekali.
            Surat spontan siswa tidak dinilai secara khusus, sehingga mereka tidak merasa khawatir akan kesalahan dan kesilapan bahasa. Bentuknya pun terserah pada siswa. Mereka mengaku lebih rileks, lebih fokus pada isi surat. Karena itu, panjang surat sesuai selera siswa dan skop gagasan. Yang jelas, karena terjamin kerahasiaan (confidentiality), siswa lebih bebas berekspresi.  
            Dalam amatan penulis, menulis surat spontan sangat bermanfaat. Pertama, sebagai aktivitas komunikatif (nyata). Siswa berpeluang menyampaikan gagasan, pengalaman, perasaan, hasil renungan, kesan, dan sebagainya secara lebih bebas, karena tidak terikat dengan aturan struktur generik dan keluasan tema teks yang kaku.
            Kedua, menulis spontan memberikan channel komunikasi siswa-guru. Sering kita dapati siswa tidak mau terbuka membuka diri secara lisan di dalam kelas. Terlebih siswa introvert yang punya hambatan sosio-psikologis untuk komunikasi lisan. Lewat surat spontan ini siswa bisa membuka jalur komunikasi yang mampet. Bahkan guru bisa menangkap kebutuhan siswa (student’s needs).
            Ketiga, menulis menjadi wahana kesenangan (belajar). Karena siswa diposisikan bebas dari tekanan atau tata-aturan menulis, mereka mendapati menulis surat sebagai kegiatan menyenangkan. Mereka bisa menganggap guru sebagai teman curhat, berbagi, dan teman cari solusi bagi masalah pribadinya. Maka, tak jarang dalam surat siswa ditemukan  puisi, pantun, lagu, atau kisah cintanya.
            Dan keempat, guru berpeluang melakukan asesmen informal. Maksudnya, guru memang tak harus menilai secara khusus kompetensi performansi siswa dalam menulis akademik, tapi surat spontan siswa bisa digunakan  melihat seberapa jauh perkembangan siswa dalam belajar bahasa asing.
            Keempat manfaat tersebut hampir tak mencirikhasi kegiatan menulis akademik. Menulis recount, explanation, dan beragam genre teks lain selalu melibatkan siswa dalam situasi akademik yang kurang bebas, karena toh ujung-ujungnya dihadapkan pada standar penilaian benar-salah. Singkatnya, menulis spontan laksana angin segar di padang gersang.
            Sekarang, bagaimana rambu-rambu penugasannya? Ketika awal-awal kita meminta siswa menulis surat spontan, mereka biasanya menanyakan “Apa saja yang boleh saya tulis?” dan  “Bagaimana kalau bentuk surat dan bahasa saya salah?”  Dua pertanyaan ini sangat mengganggu siswa, karena terbelenggu sekat hubungan guru-siswa—terselip keengganan siswa untuk menulis surat tersebut.
            Dalam hal ini guru harus arif mencairkan suasana. Terhadap pertanyaan pertama, guru bisa mempeluangi siswa untuk menulis apa pun di dalam suratnya, tentang hobi, cita-cita, teman, keluarga, film, buku, liburan, mimpi, atau rencana mendatang. Bahkan, kisah persahabatan atau kisah cintanya bisa dituangkan di dalam surat spontan itu.
            Selain itu, surat spontan siswa juga bisa dianggap sebagai strategi untuk menggali kesan dan respons siswa atas pelaksanaan pembelajaran di kelas.  Mereka boleh berkomentar tentang materi yang baru saja dibahas di kelas, diskusi kelas, teknik pembelajaran, tugas-tugas, atau kemajuannya (kemudahan dan kendala) dalam belajar bahasa. Guru bisa memperoleh feedback berharga untuk (jika perlu) mengambil tindakan remidi. 
            Adapun untuk pertanyaan kedua, guru perlu sampaikan, bahwa surat spontan itu akan dibaca tuntas tetapi tidak akan dinilai. Sementara itu, juga ditegaskan, guru tidak akan berkutat memelototi struktur surat dan kesalahan/kesilapan bahasa siswa. Siswa harus lebih fokus pada isi surat daripada bentuk dan bahasanya.
            Kalau surat siswa dicermati dengan standar penilaian, memang banyak kesilapan/ kesalahan. Tapi bukan itu tujuannya! Surat spontan bertujuan untuk memotivasi siswa agar berani menulis. Maka, guru harus arif, bahwa setiap orang membuat kesalahan selama belajar bahasa, dan semua itu secara alamiah akan mengarah ke penguasaan (mastery) yang optimal.
            Meski demikan, guru harus memberikan apresiasi terhadap setiap surat spontan siswa. Anggaplah saja reward-nya. Apresiasi bisa dituliskan pada naskah surat siswa, dan/atau disampaikan langsung secara lisan. Jika perlu, guru mau membalasnya dengan surat pula. Dengan cara ini, siswa merasa diberi simpati penuh dan empati humanistik tulus.
            Namun, pengembalian surat spontan siswa, baik dengan catatan apresiasi atau surat balasan, seyogianya disampaikan langsung kepada siswa bersangkutan. Siswa lain tidak boleh tahu isi surat itu, terlebih jika ada kasus tertentu yang bersifat rahasia.
            Di luar dugaan, setelah “tugas” surat spontan itu dikembalikan, biasanya ada siswa yang menemui guru untuk berkonsultasi, tidak hanya tentang masalah akademik melainkan juga tentang non-akademik. Tumbuhlah kedekatan emosional guru-siswa.
            Begitulah, menulis surat spontan jadi kegiatan yang mengasyikkan, sebagai pengisi materi menulis (akademik) yang terkontrol dengan pola-pola atau struktur generik sebuah teks. Yang lebih penting lagi, komunikasi menjadi lebih nyata, dan merela merasa lebih termotivasi. Selamat mencoba!***

2 komentar: