Points to Ponder:

What is necessary to change a person is to change his awareness of himself. (Abraham Maslow)



Kamis, 20 Januari 2011

LINGKUNGAN BELAJAR


Tutut Guntari
Dalam edisi sebelumnya, saya telah mengajak memahami arti pentingnya motivasi belajar. Sekarang, hal penting lain yang potensial menentukan kesuksesan belajar adalah lingkungan belajar. Kalau motivasi belajar berkisar pada niat belajar, lingkungan belajar berkisar pada suasana atau atmosfir sekeliling kita selama menjalani proses belajar, baik di rumah maupun di sekolah.
Mengapa lingkungan belajar penting dan harus kita pedulikan? Ibaratnya, jika motivasi belajar itu tanaman bunga, lingkungan belajar adalah taman bunga itu. Bunga yang indah akan tumbuh dan bermekaran jika berada di taman bunga yang subur, sejuk, dan bernutrisi melimpah. Sebaliknya, bunga indah itu akan layu manakala tamannya tandus.

Ikan hias demikian pula. Seekor koi, misalnya, akan hidup sehat selagi ditempatkan di dalam akuarium hias yang bersih, higienis, dan menyediakan nutrisi melimpah bagi si koi untuk bertahan hidup dan berkembang bebas. Taruhlah akuariumnya tidak dirawat secara standar, misalnya tanpa diberi sirkulasi air dan pencahayaan yang cukup, si koi mungkin akan kelihatan lesu dan sakit-sakitan.

Mengapa tanaman bunga dan ikan koi saya sebutkan di sini? Ditilik dari keindahannya, saya ingin mengajak memahami bahwa, kalau kita telah memiliki motivasi belajar tinggi, kita sejatinya memiliki nilai tambah (added value) tersendiri, yang memancarkan harapan. Namun, motivasi belajar kita tak akan tumbuh sehat untuk mengilhami kita meraih kesuksesan manakala lingkungan belajar kita tidak kondusif (mendukung).

Demikianlah, lingkungan belajar, sebagai faktor eksternal, mendukung kesuksesan belajar seseorang yang lebih bersifat internal. Jika lingkungan belajar kondusif, motivasi belajar kita kiranya akan menemukan jalan lempang menuju kesuksesan belajar. Kendati motivasi lebih penting, lingkungan belajar janganlah tidak dihiraukan sama sekali.

Nah, lingkungan belajar yang mana? Secara mendasar, lingkungan belajar mencakup lingkungan personal dan impersonal. Lingkungan personal adalah lingkungan belajar yang di dalamnya melibatkan person (manusia) lain, antara lain orangtua, teman, guru, tetangga, atau masyarakat luas. Sementara, lingkungan impersonal adalah lingkungan belajar di luar manusia lain, baik yang ada di rumah maupun di sekolah.

Tentu saja, kita seyogianya tidak memilih satu dari dua jenis lingkungan belajar itu. Artinya, untuk mencapai kesuksesan belajar, kita perlu menciptakan lingkungan belajar personal dan impersonal agar lebih kondusif untuk belajar. Mementingkan salah satu, dan mengabaikan yang lain, adalah biang awal bagi “kegagalan” belajar.

Kalau kita punya rumah bagus, dengan ruang belajar asri dan penerangan cukup, didukung fasilitas yang serba lengkap—atau kalau sekolah kita, dengan ruang kelas, halaman, dan taman yang serba bagus—maka kita mungkin tak akan bersemangat belajar andaikata kita “putus hubungan” dengan guru, orangtua, teman, tetangga, dan masyarakat sekitar.

Sebaliknya, kalau kita telah memiliki hubungan terbaik dengan guru, orangtua, teman, tetangga, dan masyarakat sekitar, kita mungkin akan ogah-ogahan belajar andaikata sekolah kita kumuh tak teratur, tata ruang kelasnya amburadul, pengap, dan apalagi tidak sehat. Jika demikian, apa yang hendak kita harapkan dari jerih payah belajar kita?

Karena itu, kita wajib menciptakan lingkungan kondusif  lewat dua jalur tersebut, ya lingkungan personal, ya lingkungan impersonal. Untuk semua itu, marilah dimulai dari masing-masing dari kita. Kita didik diri sendiri untuk menciptakan lingkungan belajar yang membuat kita belajar dengan nyaman, senang, serta jernih hati dan pikiran.

Mengapa berawal dari diri sendiri? Kita perlu ingat, bahwa sejatinya kesuksesan atau kegagalan kita yang hakiki lebih banyak ditentukan oleh usaha kita sendiri, sedangkan pihak-pihak lain hanya sebagai penyokong usaha keras kita. Lingkungan belajar kita juga harus kita ciptakan sendiri, bukan hanya atas perintah orang lain. Intinya, kita harus punya kesadaran.

Kesadaran kita per individu ini, lama kelamaan, akan menjadi kebiasaan atau tradisi yang berurat dan berakar dalam kegiatan belajar kita. Jika kondisi demikian juga kita cerminkan di dalam kehidupan sekolah, maka lingkungan belajar di sekolah kita diharapkan juga sepadan dengan lingkungan kondusif kita di rumah.

Pada saatnya nanti, masing-masing kita akan terbiasa dengan lingkungan belajar yang kondusif, baik personal maupun impersonal, baik di rumah maupun di sekolah. Dengan kodisi demikian, motivasi belajar kita yang tinggi akan menemukan jawabannya: yakni suatu prestasi optimal dalam belajar kita.

Dalam hal ini, siapa yang tak akan bahagia ketika melihat kita mencetak prestasi belajar yang optimal, dan membawa nama harum sekolah ke percaturan yang luas? Nama harum tentu tidaklah murah. Selain motivasi belajar, kita harus menebusnya dengan lingkungan belajar yang benar-benar kondusif bagi kita untuk mencetak prestasi-prestasi cemerlang.

Akhir kata, marilah kita menuju diri sendiri yang berprestasi, untuk mewujudkan sekolah yang berprestasi. Ingat, tiada kesuksesan besar jika kita tidak mau mewujudkan kesuksesan-kesuksesan kecil, sebagaimana ungkapan ‘sedikit-sedikit akhirnya menjadi bukit’. Dan apakah kita telah bertekad untuk mewujudkan kesuksesan kecil meski hanya sebuah?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar