Points to Ponder:

What is necessary to change a person is to change his awareness of himself. (Abraham Maslow)



Rabu, 02 Maret 2011

MENGENAL CHOMSKY TENTANG BAHASA DAN PIKIRAN


Oleh Tutut Guntari
Berikut ini merupakan ringkasan dari sebuah bagian dari buku Noam Chomsky, seorang ilmuwan multitalenta, yang berjudul Cakrawala Baru kajian Bahasa dan Pikiran, dialihbahasakan oleh Freddy Kirana dan diterbitkan oleh Logos Wacana Ilmu (2000: 95-111). Secara khusus ringkasan ini mengajak mengenal Chomsky tentang hubungan bahasa dan pikiran.

Terkait dengan topik “Bahasa dan Pikiran”, Chomsky melakukan debat teoretik terhadap gagasan-gagasan para “linguis lapangan” (field linguists), terutama Quine dan Donald Davidson yang juga diikuti oleh Richard Rorty. Menurut mereka, para linguis lapangan harus “melanjutkan observasinya mengenai cara bagaimana linguistik berkaitan dengan perilaku non-linguistik dalam arah interaksi penutur asli dengan lingkungannya, sebuah interaksi dimana [linguis] dipandu oleh sejumlah aturan tindakan”—yang mengacu ke keyakinan-keyakinan. Quine and Davidson sepakat bahwa “sebuah teori makna untuk sebuah bahasa adalah apa yang dihasilkan penelitian empiris mengenai perilaku bahasa.” (hlm. 78).

Bagi Chomsky, argumen Quine dkk. yang menekankan pentingnya penelitian empiris sepenuhnya tidak relevan, dan itu tak lebih dari sebuah bentuk skeptisisme yang tak dianggap serius dalam kajian dunia alami. Ilmuwan tentang ilmu pengetahuan alam (IPA) akan menghubungkan subjek hanya pada sebuah sistem spesifik, bukan sistem lain (atau “tatabahasa”). Dalam banyak kasus, tidak ada kecocokan antara “bukti linguistik” dan “bukti psikologis”. Ringkasnya, menurut Chomsky, “ada berbagai penafsiran lain dari hasil-hasil eksperimental.” (hlm. 95-96).

Bahkan, jika dikaitkan dengan batas frasa atau aspek bahasa lainnya berdasarkan “bukti linguistik”, Quine enggan menerimanya “tanpa penjelasan mengenai sifat dari perangkat yang seharusnya.” (hlm.97). Pardoks lainnya, para linguis, tidak diizinkan untuk menghubungkan satu sistem bahasa tertentu lebih daripada yang lain kepada individu atau komunitas idealisasiyang mereka pelajari. Mereka tidak diizinkan untuk menjelajah kebenaran sesungguhnya dalam otak, yang dijelaskan pada derajat tempat kita mengkonstruksi sistem-sistem aturan dan sejenisnya (hlm. 97). Dengan kata lain, Quine hanya mengakui kebenaran kajian bahasa berdasarkan temuan empiris (bukti linguistik), dan enggan mengaitkannya dengan pengetahuan atau kemampuan otak penuturnya (bukti psikologis).

Quine kemudian menawarkan bahwa “pendekatan behavioris adalah sebuah mandat”, dengan menyatakan, “kita secara ketat bergantung kepada perilaku nyata dalam situasi-situasi yang dapat diobservasi…tidak ada apapun dalam makna linguistik, kemudian, di luar apa pun yang dikumpulkan dari perilaku nyata dalam keadaan-keadaan yang dapat diobservasi.” Karena itu, kajian yang relevan untuk kajian para linguis adalah para penutur asli yang dikaitkan dengan pengetahuan bahasa (hlm. 98).

Para linguis lapangan aliran Quine, yang memburu jejak para pelajar bahasa (language learner), “secara tentatif mengasosiasikan sebuah ucapan penutur asli dengan situasi yang diobservasi secara serempak” dan diizinkan untuk memanfaatkan hipotesis lain yang dinyatakan berkorespondensi dengan kapasitas (bakat bawaan) para pelajar (hlm. 99). Berarti, jika diklarifikasi, hipotesis ini menetapkan sebuah teori struktur bawaan organism dan pemetaan M (struktur bawaan).

Telah disepakati dari berbagai sisi, tanpa struktur bawaan tidak akan ada efek lingkungan eksternal dalam bahasa (atau) pertumbuhan (lain); khususnya, tanpa struktur bawaan, Jones [seorang penutur] tidak dapat mengembangkan sebuah cara spesifik dari embrio menjadi manusia, dan daya bahasanya tidak dapat mengasumsikan kondisi kompetensi dewasa yang mendasari perilakunya.

Meski demikian, bagi Chomsky, argumen Quine tentang struktur bawaan juga kurang meyakinkan. Menurutnya, persyaratan spesifik Quine mengenai struktur bawaan (yaitu pemetaan M) sepenuhnya arbitrer (“mana suka”) dan tidak relevan. Tidak ada alasan untuk menerima mereka dalam kasus bahasa, sebagaimana dogmatisme perbandingan tentang “ketergantungan” akan ditolak keluar dari kajian aspek-aspek pertumbuhan organisme lainnya. Chomsky mengingatkan, apa yang menjadi ihwal bukan sekedar pembedaan “analitis-sintesis” melainkan pertanyaan tentang hubungan semantik yang ditetapkan dalam bahasa secara umum (hlm. 100-101).

Bagi Chomsky, selain bukti linguistik yang bersifat empiris, linguis perlu melacak secara seksama bukti psikologis penutur [dan prinsip tatabahasa universal] yang menghasilkan ujaran. “Seharusnya seorang anak mendekati bahasa dengan pemahaman intuitif menyangkut konsep-konsep yang melibatkan perumusan niat, penyebab, tujuan tindakan, peristiwa, dan lain-lain…mestinya anak tersebut menempatkan kata-kata yang terdengar dalam sebuah hubungan pertalian yang dimungkinkan oleh prinsip-prinsip tatabahasa universal, yang menyediakan kerangka pemikiran dan bahasa, dan sesuatu yang umum dalam bahasa-bahasa manusia sebagai sistem-sistem yang memasuki berbagai aspek kehidupan manusia.”—yang sekaligus muncul dan memasuki sebuah “skema konseptual” yang terintegrasi, sebuah komponen keadaan dini dari daya bahasa yang dilepaskan dalam cara-cara spesifik, dengan lingkup dan batas-batas yang telah ditentukan sebelumnya, dalam pertumbuhan bahasa, satu aspek perkembangan kognitif (hlm. 103).

Chomsky menegaskan, yang lebih urgen dalam bahasa lebih pada kebenaran-kebenaran makna, bukan sekedar kebenaran fakta. “Kerangka a priori pemikiran manusia, yang di dalamnya termasuk bahasa, menyediakan hubungan-hubungan yang diperlukan di antara konsep-konsep, yang direfleksikan dalam hubungan-hubungan makna di antara kata-kata, dan yang lebih luas lagi, di antara ungkapan-ungkapan yang melibatkan kata-kata…” (hlm. 104). Misalnya, ada perbedaan yang jelas dalam dua ungkapan “everyone who lives upstairs lives upstairs” dan “everyone who lives upstairs is happy.”

Mengkaji sebuah ujaran atau wacana seharusnya bersifat integratif. Bagi Chomsky, “Status dari sebuah pernyataan sebagai suatu kebenaran makna atau fakta empiris hanya dapat ditetapkan melalui penelitian empiris, dan pertimbangan-pertimbangan banyak hal semacam itu bisa jadi relevan. Misalnya, penelitian tentang pemerolehan bahasa dan variasi di antara bahasa-bahasa. Pertanyaan tentang eksistensi kebenaran-kebenaran analitis dan hubungan-hubungan semantik lebih umum adalah sesuatu yang empiris, untuk dikerjakan melalui penelitian yang berlangsung melampaui rentang waktu yang biasanya diambil dalam literatur yang menyangkut topik-topik [relevan]” (hlm. 105).

Karena itu logis jika Chomsky mempertanyakan konsep Putnam tentang “holisme makna” akibat argumen dan bukti yang tidak relevan, karena juga menganalogikan dengan paraktik ilmu pengetahuan [alam]. Kata Chomsky, “Ihwal tersebut tidak dapat dikenakan pada bahasa alami melalui rujukan pada praktik ilmu pengetahuan alam yang kerap menjadi dasar pengambilan kesimpulan Putnam. Argumen-argumen ini, jika diasumsikan memang benar, tidak memadai untuk memperlihatkan pada unsure-unsur tetap dari pikiran manusia. Tesis ‘holisme’ bisa jadi benar dalam beberapa bentuk atu perlakuan, namun pertanyaan-pertanyaan tentang hubungan semantic dalam bahasa natural tetap ditentukan melalui kajian empiris, dan—setidaknya untuk saat ini—bukti-bukti yang ada tampaknya mendukung eksistensi mereka—bahkan cenderung kuat menurut saya.” (hlm. 111).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar